Mereka Bukan Sekedar Angka

9:45:00 AM Gehol Gaul 0 Comments


Peduli AIDS

Melihat ODHA bukan sekedar melihat deretan angka. Meski angka penting untuk menggambarkan betapa mengerikannya HIV/AIDS, namun mengatasinya hanya berdasarkan hitung-hitungan angka tentu kurang efektif. Mereka bukan sekedar angka-angka, mereka nyata adanya. Karena mereka nyata, maka yang dibutuhkan untuk mengatasinya bukan sekedar seabrek tips dan petunjuk di atas kertas.

Sebagaimana menurut Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief, ungkapkan bahwa epidemi HIV telah terjadi di Indonesia. Bahkan menurutnya, Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV tercepat di Asia Tenggara.  Berdasarkan data resmi Kementerian Kesehatan, kata Sugiri, sekitar 26.400 pengidap AIDS dan 66.600 pengidap HIV positif, lebih dari 70 persen di antaranya adalah generasi muda usia produktif yang berumur di antara 20-39 tahun1.  Ini hanya di Indonesia, lihat angka-angka fantastis yang berasal dari seluruh dunia di bawah ini.

 

Diperkirakan kini di dunia ada lebih dari 30 juta orang hidup dengan HIV/AMS, dan sebagian besar ada di negara-negara sedang berkembang. Karena itu tidak mengherankan bila AIDS kini menjadi penyebab utama kematian. WHO memperkirakan perkembangan HIV/AIDS setiap harinya sekitar 14.000 kasus baru atau setiap detik ada sembilan kasus. Sementara itu di Indonesia jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS yang diketahui, ada 1.283 kasus, termasuk tambahan Juni 2000 lalu sebanyak 26 kasus yang terdiri dari delapan kasus AIDS dan 18 kasus HIV positif. Dari jumlah kasus-kasus diketahui, diperkirakan sekitar 52.000 orang dewasa dan anak-anak telah hidup dengan HIV/AIDS2.

Jika melihat mereka hanya deratan angka, maka kita semua salah. Mereka nyata dan ada di sekitar kita. Bahkan mereka yang angkanya tak diperkirakan sekalipun berada dekat dengan kita. Yang paling pasti dari semuanya adalah bahwa remaja sebagai salah satu ujung tombak penghambat laju HIV/AIDS juga ada di sekitar kita.

Menjadikan remaja melek HIV/AIDS mungkin sulit, namun bukan berarti itu tidak mungkin. Remaja dengan sikap dan sifatnya yang bak spons, bisa menyerap cairan apa saja tentu sangat penting dalam pencegahan HIV/AIDS. Hanya saja menemukan formula untuk mereka tentu lebih sulit daripada menemukan formula agar mereka mengantri gadget terbaru.

Bagiku cara yang paling efektif bagi mereka untuk menyadari bahaya HIV/AIDS adalah dengan berinteraksi langsung dengan ODHA. ODHA adalah orang yang paling berhak dan tepat untuk memberitahu kepada remaja seberapa menderita mereka karena HIV/AIDS. Hanya mereka yang dengan tepat dapat memberi gambaran apa dan bagaimana hidup dengan HIV/AIDS.

Interaksi ini sekaligus sebagai ajang ODHA untuk membuktikan bahwa mereka bisa menjalani hidup dengan ODHA. Pembuktian ini dilakukan dengan sebuah kontribusi mulia yaitu dengan berbagi dengan para remaja yang seringkali menganggap penderitaan hanyalah sebuah omong kosong. Dengan melihat, mendengar dan berinteraksi langsung dengan penderita, maka remaja akan lebih paham dan terbuka dengan ancaman nyata HIV/ODHA.

Sisi positif lain dari adanya interaksi ini adalah meruntuhkan sebuah tembok prasangka yang selama ini selalu dialamatkan kepada ODHA. Dengan memperbolehkan remaja berinteraksi langsung – dilakukan melalui institusi pendidikan – maka justifikasi negatif terhadap ODHA bisa dikikis. ODHA bukan lagi dikucilkan, namun mereka adalah sebuah narasumber sekaligus pelaku sejarah.

Mungkin ide interaksi langsung remaja dengan melibatkan sekolah dan institusi pendidikan lainnya akan ditentang oleh banyak pihak. Orang tua para remaja tentu masih banyak yang ahrus diyakinkan, begitu juga dengan pihak sekolah. Namun, dengan mendekatkan institusi pendidikan maka peran ODHA dalam mengedukasi remaja akan lebih efektif daripada remaja disuguhkan dengan lembaran angka statistik dan setumpuk tips berupa susunan abjad.

Bagaimanapun, melihat langsung lebih bermakna daripada membaca, mendengar bahkan melihat rekaman.
Bukti Tweet

Bukti Follow



Sumber:

0 comments: