Asal-Usul Jetak?
Jika dirunut berdasarkan arti, maka sebuah nama sesederhana apapun seyogyanya memiliki makna. Meski ada ungkapan apalah arti sebuah nama, faktanya setiap hendak menamai seseorang, maka sederet doa dan harapan ikut disematkan.
Tak sekedar nama orang, demikian
juga dengan nama sebuah tempat. Bahkan dari penamaan tersebut, bisa jadi
langkah awal guna menemukan benda-benda berharga. Tentu saja dengan terlebih
dahulu meminta izin yang punya tempat.
Mari tengok seberapa kaya daerah
Anda dengan memerhatikan penamaan yang telah disematkan leluhur. Bukan dengan
tujuan demi mendapatkan harta karun tentu saja, namun dengan mengatahui makna
tempat kita berpijak setidaknya akan makin memperbesar kecintaan terhadap
tempat kelahiran.
Gehol, meski memiliki nama yang sederhana dan singkat, memiliki makna yang rumit. Jetak yang merupakan nama asli Gehol secara harfiah memiliki arti rantau. Rantau sendiri bisa bermakna pantai sepanjang teluk (sungai) atau pesisir (lawan darat). Rantau memiliki juga arti seperti yang sudah kita kenal, negeri orang.
Jika dilihat dari lokasinya, maka
Jetak bisa berarti sepanjang sungai. Hal ini sangat masuk akal mengingat Jetak
berada di sisi sungai Cigunung yang mengalir dari Salem hingga ke Cipamali. Jetak juga bisa
berarti negeri orang, hal ini mungkin saja karena bisa jadi ketika pendiri
Jetak mendirikan desa, ia memang bukan berasal dari tempat yang sekarang
berdiri dukuh Jetak.
Dukuh Jetak yang selalu diselimuti awan dilihat dari Googlemaps |
Lalu, kenapa di Jetak didirikan
pemukiman? Menilik lokasinya yang berada hanya sejengkal dengan sumber air,
maka jelas Jetak sangat strategis. Namun, benarkah hanya air minum yang
semata-mata diburu leluhur sehingga mendirikan pemukiman di situ? Jawabannya
tentu sangat rumit. Yang pasti, mendirikan Jetak telah dengan sangat matang
sehingga eksistensinya bisa berpuluh, beratus, bahkan beribu tahun ke depan.
Jetak selain dekat dengan sumber
air, di sekeliling Jetak teradapat hamparan tanah yang rata dan terjangkau air
sungai sepanjang tahun. Daerah ini yang kemudian saat ini menjadi sawah dan ladang.
Kawasan hutan di sekelilingnyapun menyimpan sumber air yang cukup.
Bukit-bukitnya mampu menyplai kebutuhan kayu bakar dan makanan. Sebelum
Perhutani berkuasa, seluruh bukit hijau dengan aneka tanaman khas hutan.
Bahkan, terkadang ada Kijang nyasar ke sawah yang biasa ditangkap warga dan
dijadikan santapan
Jetak juga jauh dari gunung
berapi sehingga kemungkinan tersapu lahar sangat sedikit. Tentu saja itu jika
dilihat dari keadaan sekarang, sebab siapa tahu salah satu gunung yang dekat
bisa saja merupakan gunung berapi purba yang suatu saat bisa bangtun lagi.
Namun, leluhur pasti sudah memperhitungkannya. Faktanya, gunung berapi terdekat
adalah Gunung Slamet yang terletah ratusan kilometer. Hanya puncaknya yang
kemerahan saat cuaca terang yang dapat dilihat dari Jetak. Terakhir kali Jetak
menerima hujan abu adalah saat Gunung Galunggung di Tasikmalaya meletus lebih
dari dua puluh tahun lalu.
Longsor dan banjir seharusnya
jauh dari Jetak. Sebab sungai yang mengalir dan luring gunung yang dekat dengan
pemukiman secara teoritis tidak membahayakan. Tentu saja hal ini bisa berubah
seiring dengan makin ganasnya perilaku manusia mengolah alam. Bisa jadi jika
gunung dan sungai yang ada digerayang tangan-tangan serakah yang tak beretika,
maka kemarahan mereka akan menimpa penghuni desa.
Semoga itu tidak terjadi.
Cigunung mantaap mancing lauk jeler
ReplyDelete