Asal-Usul Jetak?

2:33:00 PM Unknown 1 Comments



Jika dirunut berdasarkan arti, maka sebuah nama sesederhana apapun seyogyanya memiliki makna. Meski ada ungkapan apalah arti sebuah nama, faktanya setiap hendak menamai seseorang, maka sederet doa dan harapan ikut disematkan.

Tak sekedar nama orang, demikian juga dengan nama sebuah tempat. Bahkan dari penamaan tersebut, bisa jadi langkah awal guna menemukan benda-benda berharga. Tentu saja dengan terlebih dahulu meminta izin yang punya tempat.

Mari tengok seberapa kaya daerah Anda dengan memerhatikan penamaan yang telah disematkan leluhur. Bukan dengan tujuan demi mendapatkan harta karun tentu saja, namun dengan mengatahui makna tempat kita berpijak setidaknya akan makin memperbesar kecintaan terhadap tempat kelahiran.

Gehol, meski memiliki nama yang sederhana dan singkat, memiliki makna yang rumit. Jetak yang merupakan nama asli Gehol secara harfiah memiliki arti rantau. Rantau sendiri bisa bermakna pantai sepanjang teluk (sungai) atau pesisir (lawan darat). Rantau memiliki juga arti seperti yang sudah kita kenal, negeri orang.

Jika dilihat dari lokasinya, maka Jetak bisa berarti sepanjang sungai. Hal ini sangat masuk akal mengingat Jetak berada di sisi sungai Cigunung yang mengalir dari Salem hingga ke Cipamali. Jetak juga bisa berarti negeri orang, hal ini mungkin saja karena bisa jadi ketika pendiri Jetak mendirikan desa, ia memang bukan berasal dari tempat yang sekarang berdiri dukuh Jetak.

Dukuh Jetak yang selalu diselimuti awan dilihat dari Googlemaps
Lalu, kenapa di Jetak didirikan pemukiman? Menilik lokasinya yang berada hanya sejengkal dengan sumber air, maka jelas Jetak sangat strategis. Namun, benarkah hanya air minum yang semata-mata diburu leluhur sehingga mendirikan pemukiman di situ? Jawabannya tentu sangat rumit. Yang pasti, mendirikan Jetak telah dengan sangat matang sehingga eksistensinya bisa berpuluh, beratus, bahkan beribu tahun ke depan.

Jetak selain dekat dengan sumber air, di sekeliling Jetak teradapat hamparan tanah yang rata dan terjangkau air sungai sepanjang tahun. Daerah ini yang kemudian saat ini menjadi sawah dan ladang. Kawasan hutan di sekelilingnyapun menyimpan sumber air yang cukup. Bukit-bukitnya mampu menyplai kebutuhan kayu bakar dan makanan. Sebelum Perhutani berkuasa, seluruh bukit hijau dengan aneka tanaman khas hutan. Bahkan, terkadang ada Kijang nyasar ke sawah yang biasa ditangkap warga dan dijadikan santapan

Jetak juga jauh dari gunung berapi sehingga kemungkinan tersapu lahar sangat sedikit. Tentu saja itu jika dilihat dari keadaan sekarang, sebab siapa tahu salah satu gunung yang dekat bisa saja merupakan gunung berapi purba yang suatu saat bisa bangtun lagi. Namun, leluhur pasti sudah memperhitungkannya. Faktanya, gunung berapi terdekat adalah Gunung Slamet yang terletah ratusan kilometer. Hanya puncaknya yang kemerahan saat cuaca terang yang dapat dilihat dari Jetak. Terakhir kali Jetak menerima hujan abu adalah saat Gunung Galunggung di Tasikmalaya meletus lebih dari dua puluh tahun lalu.

Longsor dan banjir seharusnya jauh dari Jetak. Sebab sungai yang mengalir dan luring gunung yang dekat dengan pemukiman secara teoritis tidak membahayakan. Tentu saja hal ini bisa berubah seiring dengan makin ganasnya perilaku manusia mengolah alam. Bisa jadi jika gunung dan sungai yang ada digerayang tangan-tangan serakah yang tak beretika, maka kemarahan mereka akan menimpa penghuni desa.

Semoga itu tidak terjadi.

1 comment: