Bidang Usaha Boleh 100 Persen Asing, Benarkah Jokowi Obral Negara?

3:25:00 PM Gehol Gaul 0 Comments

Setelah melakukan relaksasi DNI pada 2016, pemerintah memandang perlu melakukannya lagi di tahun ini. Maka, ada sekitar 54 bidang usaha – dimana baru 28 yang pasti – dari Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang dibuka 100 persen untuk asing.

Tindakan ini dilakukan oleh pemerintah Jokowi untuk mempermudah investasi asing sehingga perekonomian terangkat lebih cepat. Sebelumnya, proses pendaftaran perizinan berusaha yang dipermudah melalui PP 24/2018. Untuk relaksasi DNI di tahun 2018 ini, pemerintah menjanjikan peraturannya terbit di akhir November.

Kebijakan ini sendiri tergabung dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XVI. Paket ini sendiri memiliki tujuan untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing agar investasi mengalir ke RI. Sebagaimana kita tahu, peringkat kemudahan investasi negara ini justru turun satu peringkat meski berbagai terobosan sudah dilakukan pemerintah.

Tak pelak, kebijakan membuka kran asing lebih leluasa ini ditanggapi sinis oleh banyak pihak, utamanya oposisi. Penambahan bidang usaha yang boleh memiliki modal 100 persen asing dianggap sebagai tindakan mengobral negara demi ambisi politik sang petahana. Hal ini terutama ketika menyoroti beberapa bidang usaha yang dinilai justru harus dilindungi.

Berikut 54 bidang usaha yang modal atau sahamnya boleh 100 persen asing:


Industri pengupasan dan pembersihan umbi umbian
Jasa survei dengan atau tanpa merusak objek 

Industri percetakan kain
Jasa survei kuantitas
Industri kain rajut khususnya renda
Jasa survei kualitas
Perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet
Jasa survei pengawasan atas suatu proses kegiatan sesuai standar yang berlaku atau yang disepakati 
Warung Internet
Jasa survei/jajak pendapat masyarakat dan penelitian pasar
Industri kayu gergajian dengan kapasitas produksi di atas 2.000 m3/tahun
Persewaan mesin konstruksi dan teknik sipil dan peralatannya
Industri kayu veneer
Persewaan mesin lainnya dan peralatannya yang tidak diklasifikasikan di tempat lain (pembangkit tenaga listrik, tekstil, pengolahan/pengerjaan logam/kayu, percetakan dan las listrik
Industri kayu lapis
Galeri seni
Industri kayu laminated veneer lumber (LVL)
Gedung pertunjukan seni
Industri kayu industri serpih kayu (wood chip)
Angkutan orang dengan moda darat tidak dalam trayek: angkutan pariwisata dan angkutan tujuan tertentu
Industri pelet kayu (wood pellet)
Angkutan moda laut luar negeri untuk penumpang
Pengusahaan pariwisata alam berupa pengusahaan sarana, kegiatan, dan jasa ekowisata di dalam kawasan hutan
Jasa sistem komunikasi data
Budidaya koral/karang hias
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap
Jasa konstruksi migas: Platform
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak
Jasa survei panas bumi
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi layanan content (ringtone, sms premium, dsb)
Jasa pemboran migas di laut
Pusat layanan informasi dan jasa nilai tambah telpon lainnya
Jasa pemboran panas bumi
Jasa akses internet 
Jasa pengoperasian dan pemeliharaan panas bumi
Jasa internet telepon untuk keperluan publik

Pembangkit listrik di atas 10 MW
Jasa interkoneki internet (NAP) dan jasa multimedia lainnya
Pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik atau pemanfaatan tenaga listrik tegangan tinggi/ekstra tinggi
Pelatihan kerja 
Industri rokok kretek
Industri farmasi obat jadi
Industri rokok putih
Fasilitas pelayanan akupuntur
Industri rokok lainnya
Pelayanan pest control atau fumigasi
Industri bubur kertas pulp
Industri alat kesehatan: kelas B
Industri siklamat dan sakarin
Industri alat kesehatan: kelas C
Industri crumb rubber 
Industri alat kesehatan: kelas D
Jasa survei terhadap objek-objek pembiayaan atau pengawasan persediaan barang dan pergudangan
Bank dan laboratorium jaringan dan sel
Dari daftar di atas, yang sudah pasti disetujui baru 28 bidang usaha antara lain:
1. Industri Percetakan Kain, PMA maksimal 100%
2. Industri Kain Rajut Khususnya Renda, PMA maksimal 100%
3. Industri Kayu Gergajian dengan Kepastian Produksi di atas 2000 m3/tahun, cukup izin usaha
4. Industri Kayu Veneer, cukup izin usaha
5. Industri Kayu Lapis, cukup izin usaha
6. Indutri Kayu Laminated Veneer Lumber, cukup izin usaha
7. Industri Kayu Industri Serpih Kayu, cukup izin usaha
8. Industri Pelet Kayu, cukup izin usaha
9. Jasa Konstruksi Migas: Platform
10. Pembangkit Listrik >10 MW
11. Industri Rokok Kretek
12. Industri Rokok Putih
13. Industri Rokok Lainnya
14. Industri Bubur Kertas Pulp, minta OJK agar HTI dapat menjadi collateral
15. Industri Crumb Rubber, mendapat perluasan tax holiday
16. Persewaan Mesin Konstruksi dan Teknik Sipil dan Peralatannya
17. Persewaan Mesin Lainnya dan Peralatannya yang Tidak Diklasifikasikan di Tempat Lain
18. Galeri Seni
19. Gedung Pertunjukan Seni
20. Pelatihan Kerja
21. Industri Farmasi Obat Jadi
22. Industri Alat Kesehatan Kelas B
23. Industri Alat Kesehatan Kelas C
24. Indutri Alat Kesehatan Kelas D
25. Bank dan Laboratorium Jaringan dan Sel
26. Jasa sistem komunikasi data
27. Fasilitas Pelayanan Akupuntur
28. Perdagangan Eceran Melalui Pemesanan Pos dan Internet,


Jika Modal Bisa 100 Persen Asing, Benarkah Negara Diobral?

Membaca langkah politik Jokowi yang memperbanyak bidang usaha bisa 100 persen modal asing ini tidak bisa serta merta mengatakan bahwa ia sedang mengobral negara. Meski terkesan menakutkan karena asing bisa membunuh UMKM, namun peluang juga banyak bertebaran di sana. Hal ini tergantung dari sudut mana kita memandang.

Berdasarkan pengalaman saya mendampingi pihak-pihak yang ingin melibatkan asing, angka minimal yang disyaratkan pemerintah untuk PMA masih dinilai relatif besar. Sebagaimana kita tahu, pemerintah mensyaratkan bahwa untuk PMA harus di atas Rp 10 M. Pada beberapa bidang usaha seperti website untuk tujuan komersial misalnya, banyak pelaku usaha yang kesulitan memenuhinya. Alasannya, bagaimana mungkin hanya mendirikan portal namun harus mengucurkan dana hingga lebih dari Rp 10M.

Jika melihat praktik, secara alami banyak hambatan untuk memenuhi ketentuan Rp 10M investasi terutama untuk beberapa bidang yang tidak seksi. Maka jika melihat daftar 54 bidang usaha tersebut, bidang usaha seperti warnet kemungkinan akan susah mendapatkan investor yang mau mengucurkan dana sebanyak itu. Meski demikian, hal tersebut bukan mustahil apalagi jika kesempatannya sudah dibuka oleh pemerintah.

Salah satu keuntungan dari melimpahnya investasi asing adalah meningkatkan daya konsumsi masyarakat serta tren ekspor yang masih rendah. Hal ini bisa terjadi karena saat menanamkan modalnya, pihak asing umumnya akan membangun perusahaan atau pabrik di Indonesia sehingga diharapkan bisa menyerap banyak tenaga kerja lokal dengan maksimal.

Penanaman modal asing secara otomatis akan meningkatkan jumlah ekspor terutama pada sektor produk. Pada sektor pariwisata, pembangunan tujuan wisata yang pesat akan menarik minat wisatawan asing untuk datang sehingga akan meningkatkan pendapatan devisa negara.

Pelaku Usaha Lokal Harus Memilih Berkompetisi atau Berkolaborasi

Mengingat secara aturan asing bisa menguasai bidang usaha terdaftar di atas hingga 100 persen, maka pelaku usaha dalam negeri harus benar-benar mampu mengelola bisnisnya dengan baik. Karen ajika hanya melihat permodalan, maka pelaku usaha dalam negeri kemungkinan besar akan kewalahan menghadapi gempuran investasi asing.

Namun jika berpikir positif, maka relaksasi DNI ini bisa saja dijadikan peluang untuk memperbesar usaha yang dimiliki. Jika perusahaan berjalan dengan baik dan memerlukan modal, tentu saja pihak asing bisa dijadikan salah satu sumber permodalan. Mengingat jumlahnya yang banyak, maka ekspansi bisnis bisa dilakukan dengan lebih mudah.

Meski menggiurkan, bukan berarti arus modal asing pasti menjanjikan keuntungan. Itulah kenapa pelaku usaha sebaiknya berhat-hati saat hendak bekerja sama dengan pihak luar negeri. Ingatlah bahwa investasi saham asing di Indonesia tidak selalu menjanjikan kesuksesan dalam bidang ekonomi masyarakat, terutama para penanam modal.

Bisa saja di awal keberadaan modal asing akan mendongkrak kondisi saham dalam negeri yang melemah dan akhirnya mengalami peningkatan dengan menjadikan saham asing sebagai taraf penanaman investasi saham. Hanya saja patut diingat bahwa tidak selamanya peningkatan terjadi dalam saham asing. Ini bisa berakibat buruk berupa terpuruknya perusahaan nasional karena tersaingi. Pada titik yang paling parah, derasnya modal asing mungkin akan menghambat jalannya bisnis dan saham beberapa perusahaan dalam negeri.


Referensi:

Peraturan Presiden 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Setting Up a Foreign Direct Investment Company in Indonesia (What You Need to Know)



0 comments:

Chatbot dan Kegamangan Aturan Hukum Ketenagakerjaan Kita

9:36:00 PM Gehol Gaul 0 Comments


Pada konferensi tahunan World Economic Forum (WEF) yang berlangsung di Davos, Swiss awal tahun ini, salah satu yang dibahas adalah meningkatnya industri robot. Dalam sebuah artikel berjudul “The robotics revolution is coming. Should economists be worried?” dibahas bahwa salah satu alasan kenapa industri robot dan teknologi otomisasi meningkat adalah karena makin rendahnya pekerja kurang terampil. Adapun negara yang menjadi contoh dalam artikel itu adalah Inggris Raya.

Sebagaimana bayangan kita pada umumnya, robot-robot yang terbuat dari logam memang akan mempersempit kebutuhan akan tenaga kasar manusia. Kita pun pada satu sisi mahfum bahwa kebutuhan industri akan robot jenis ini bisa dimaklumi. Misalnya saja, jika pabrik memproduksi besi, maka dengan robot prosesnya akan lebih cepat. Sebab, robot bisa mengangkat beban lebih besar dan melakukan tindakan lebih ekstrim daripada pekerja manusia.

Rasanya, tak perlu memahami ekonomi secara mendalam untuk mengetahui bahwa pemakaian robot bisa lebih ekonomis daripada menggunakan tenaga manusia. Selain efisiensi biaya, pemanfaatan robot juga akan lebih kondusif. Karena kemungkinan robot akan berdemo menuntut kenaikan gaji tentu sangat kecil peluangnya dibandingkan dengan para pekerja manusia. 

Sayangnya, pemakluman meningkat pesatnya industri robot dan otomatisasi tidak selesai sampai di situ. Beberapa lapangan usaha yang selama ini menjadi harapan para pekerja dengan keahlian terbatas justru telah pula dirambah. Bidang-bidang usaha tersebut antara lain: pergudangan, pengangkutan, hotel, restoran, dan pertanian. Yang tak kurang mengkhawatirkan adalah indutri alat angkut pun sudah mulai menerapkan hal tersebut. Artinya, di masa depan para sopir kemungkinan besar akan menganggur.

Artificial Intelligence Kian Marak

Ketika para pekerja minim keahlian dibabat oleh robot, banyak yang masih memakluminya atas nama efisiensi dan stabilitas. Namun, kemahiran mesin tidak hanya sampai di sana. Kini, kecerdasan buatan pun siap menumbangkan para pekerja yang selama ini dikategorikan sebagai tenaga kerja terdidik.
Peringatan ini setidaknya diungkap oleh situs id.techinasia.com melalui sebuah artikel provokatif berjudul “Era AI Tidak Terjadi di Masa Depan, Tetapi Sekarang!”. AI sendiri merupakan kependekan dari artificial intelligence atau secara harfiah bisa disebut sebagai kecerdasan buatan. 

Menurut situs tersebut, salah satu implementasi dari AI adalah kehadiran chatbot. Kata terakhir merujuk pada sebuah layanan yang dibekali dengan pertanyaan dan jawaban tetap yang memungkinkan pengguna berinteraksi melalui chatting (obrolan) antarmuka dan menerima informasi tentang topik tertentu. Beberapa raksasa teknologi seperti Apple, Microsoft, dan Google telah mengaplikasikan layanan ini.

Sampai di sini, lalu lintas hukum sepertinya akan baik-baik saja. Sebab, ketika Anda memakai Siri, Cortana, atau Google Home sebagai asisten pribadi, tak ada konsekuensi hukum berarti. Alhasil, negara tak perlu memperhatikan atau menjulurkan tangan saat warganya berasyik-masyuk dengan mesin-mesin yang bisa merespon ucapan tersebut. Sepertinya, tak perlu juga negara membuat aturan hukum khusus terkait hal tersebut. Meski tentu saja kesimpulan ini belum final mengingat belum ada studi serius terhadap hal tersebut. Di sini, jargon bahwa hukum tertinggal dari perubahan sosial dan teknologi sepertinya kian terkukuhkan.

Chatbot dan Ketenagakerjaan Kita

Hingga ke depan, tulisan dalam situs World Economic Forum menyatakan bahwa pekerjaan yang tergantung pada pada sifat-sifat manusia seperti kreativitas, kecerdasan emosional, dan keterampilan sosial (termasuk mengajar, mentoring, keperawatan dan perawatan sosial misalnya) kemungkinan aman dari serbuan robot.

Sayangnya, kehadiran AI dengan chatbot salah satunya, sepertinya sebentar lagi akan mematahkan asumsi di atas. Jika sudah demikian, maka lalu lintas hukum kemungkinan besar akan mendapatkan gangguan berarti. Hal ini terutama bagi negara dengan populasi besar seperti Indonesia. Yang lebih mengkhawatirkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki perangkat aturan yang memadai mengenai hal ini. Jika tak percaya, lihat berlarut-larutnya konflik antara pengemudi online dan angkutan umum di beberapa kota di negeri ini.

Daniel Handoko (Sr. Data Scientist at Salestock) dalam sebuah even bertajuk “Tech Talk - Frameworks and Technologies for Building your Chatbot”  mengungkapkan bahwa situsnya telah memulai hal ini.  Menurut dia, pemakaian chatbot dikhususkan untuk menangani sebagian urusan customer service yang kemungkinan akan lebih lama jika ditangani oleh manusia. Sampai di sini, kita sebaiknya memahami bahwa pekerjaan sekelas customer service pun bisa digantikan oleh mesin buatan manusia, meski hingga saat ini masih sebagian yang diambil alih. Padahal, pekerjaan ini sejatinya masuk dalam kriteria yang tidak dikhawatirkan sebagaimana disebutkan dalam artikel di situs World Economic Forum di atas.

Menyoal masalah ini dari sisi ketenagakerjaan sesungguhnya mengkhawtirkan. Bayangkan berapa tenaga kerja akan kehilangan mata pencahariannya. Tidak sampai di situ, berapa banyak mulut yang kemudian tersendat asupan gizinya akibat tulang punggung mereka disingkirkan mesin-mesin yang seharusnya mempermudah kehidupan mereka. Saat itu terjadi, jika tak diantisipasi takkan lama lagi, chaos kemungkinan besar terjadi.

Lalu, sampai di mana antisipasi pemerintah? Sependek pengetahuan penulis yang amat terbatas ini, aturan tentang mesin atau robot atau kecerdasan buatan sebagai tenaga kerja sama sekali belum ada. Padahal tanpa adanya aturan, konflik seperti akibat transportasi online kemungkinan besar akan terjadi. 

Bahkan konfliknya kemungkinan akan lebih besar mengingat yang dipertaruhkan adalah jutaan jiwa yang hilang pekerjaan. Asumsinya, jika chatbot berkembang dan pemerintah tak tanggap maka industri manufaktur pun kemudian akan dengan leluasa menginvestasikan dana untuk memanfaatkan robot alih-alih memberdayakan buruh yang terkenal susah diatur dan doyan demo.

Penulis berpendapat bahwa makin cepat pemerintah mengantisipasi masalah ini makin rendah potensi chaos di masa depan. Karena kemajuan teknologi adalah keniscayaan, maka yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan regulasi yang mengadopsi kemajuan namun tak mengorbankan tenaga kerja manusia biasa. 

Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan melindungi industri yang bersifat “hajat hidup orang banyak” terbebas dari sebuan bot. Pembatasan pemakaian robot dan kecerdasan manusia mutlak diperlukan demi melindungi manusianya. Ingat, tujuan kemerdekaan kita sebagaimana dipahat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Adapun bidang ekonomi lain yang juga sebaiknya dilindungi dari serbuan “tenaga kerja buatan ini” adalah yang terkait pelayanan publik seperti kesehatan dan pendidikan. Sebab, sentuhan dan emosi manusia akan sangat diperlukan dalam bidang-bidang tersebut. 

Selamat datang era kecerdasan buatan, semoga bangsa Indonesia bisa memanfaatkannya bukan sebaliknya.

Tulisan ini pernah dimuat di lintaswarta.co.

0 comments: