Membangun Jiwa Bangsa Tanpa Memecah ala AHY

3:51:00 PM Gehol Gaul 1 Comments


Semua setuju bahwa tahun 2018 ini merupakan tahun politik. Hampir semua sumber daya partai politik dikerahkan untuk memenangkan kontestasi kekuasaan. Terlebih, 2019 nanti adalah ajang pemilihan RI-1 di mana semua pihak bersiap untuk memenangkannya. Tak ayal, suhu politik kemudian menghangat yang ditimpali dengan berbagai isu kontroversial dan memanfaatkan sentimen tertentu. 

Beruntung, ada tokoh politik muda yang sejauh ini tak terbawa arus hingar-bingar menyebar kegaduhan. Bahkan ketika prestasi ayahnya dinihilkan, anak muda ini tak menggubris sembari tetap menyebarkan optimisme kepada segenap anak muda bangsa Indonesia. Dialah Agus Harimurti Yudhoyono, yang berkeliling Nusantara untuk berbagi ilmu dan inspirasi. 

Kita tentu senang ketika pemerintah sibuk menggunting pita peresmian infrastruktur sebagai tanda maraknya pembangunan di negeri ini. Namun kita tidak boleh lupa bahwa Indonesia juga harus dibangun jiwanya, tidak sekedar badannya. Bangsa yang besar ini harus diberi asupan pengetahuan, bukan sekedar nutrisi dan gizi untuk kepentingan badaniah. 

Pembangunan jiwa inilah yang hari ini di-inisiasi secara konsisten oleh AHY dengan menyambangi kampus-kampus di hampir seluruh negeri. Bukan hanya membangun jiwa negeri ini untuk beberapa tahun ke depan, AHY telah meloncat jauh melampaui para politisi senior yang masih berkutat dengan jargon "Presiden Baru 2019". 

Di kampus-kampus yang disambangi, AHY dengan bernas menggaungkan Indonesia Emas 2045. Jangan heran jika meski sebagai politisi, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute ini kemudian menggulirkan isu-isu yang kemungkinan menjadi tantangan berat di masa depan. Di Papua misalnya, ia memaparkan bagaimana tantangan berat di masa depan harus bisa dijadikan peluang menguntungkan untuk membangun Papua oleh para pemudanya. (Sumber: Pemuda Harus Mampu Ubah Tantangan Jadi Peluang)

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, AHY menjabarkan bahwa ada enam langkah yang harus dilakukan kaum muda untuk mempersiapkan diri mengawaki Indonesia menuju masa emasnya. Enam langkah tersebut adalah menanamkan idealisme, membangun intelektual, membangun karakter, membangun kepedulian, menanamkan jiwa kepemimpinan, serta terus membangun sinergi dan kolaborasi dengan lingkungan sekitarnya.

Praktis, semua hal yang diungkapkan oleh AHY tidak menyinggung atau menyanjung kelompok manapun. Jika banyak politisi berusaha mendulang simpati dengan memojokkan sekelompok minoritas atau orang-orang yang memiliki perbedaan tertentu lalu membuat gaduh, maka ia dengan sejuk memberikan motivasi kepada para pemuda agar menjadi aktor utama pembangunan di masa datang. 

Menyejukkan Sejak Pertama Hadir

Bukan kali ini saja AHY tampil dengan membarikan aura sejuk kepada bangsa ini. Saat pidato kekalahan Beliau pun hal tersebut terasa begitu nyata. Ia dengan ksatria memberikan ucapan selamat kepada para pemenang sekaligus meminta maaf jika ada kesalahan selama kampanye. Tak berhenti di situ, AHY juga datang ke arena pelantikan. Sebuah sikap yang patut ditiru karena bisa meredam panasnya emosi di akar rumput. Jika dirunut jauh ke belakang, kehadirannya dalam kontestasi Pilkada DKI juga membuat kondisi menjadi lebih sejuk daripada sebelumnya.

Pun ketika banyak politisi mendeklarasikan diri paling religius atau paling Pancasilais, AHY kukuh dengan visinya berbagi inspirasi dan kecerdasan kepada para penerus bangsa. Ia juga tidak terbawa arus untuk menjadi yang terdepan mendeklarasikan diri sebagai yang menolak kemaksiatan dan keburukan.

Keengganan AHY mengeksploitasi perbedaan yang cenderung bisa memecah-belah bangsa dilakukannya secara konsisten. Hal ini terutama seiring dengan cita-citanya mewujudkan Indonesia Emas 2045. Indonesia Emas yang ia maksud adalah Indonesia yang benar-benar aman dan damai, adil dan sejahtera, serta maju dan mendunia. AHY dengan kesadaran penuh menyatakan bahwa visi tersebut sulit dicapai jika bangsa Indonesia sibuk dengan perpecahan dan enggan bekerja sama. (Sumber: AHY: Merawat Bhinneka Menjaga Indonesia)

Jika kita jeli, sesungguhnya sikap yang ditunjukkan AHY menunjukkan bahwa menjadi religius dan Pancasilais sejatinya bisa dilakukan dengan praktik atau perbuatan nyata di lapangan, bukan spanduk atau jargon semata. Bukankah agama Islam menempatkan seseorang yang memakai akalnya pada posisi yang baik? Selain itu, bukankah tujuan negara yang berlandaskan Pancasila ini salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Satu langkah yang dilakukan AHY telah menjadikannya insan yang mempraktikkan religi dan Pancasila tanpa harus menyakiti yang lain. Salut!

Bak artis Hollywood yang datang ke sebuah gala, AHY datang dengan membawa karpet merah bermerek dirinya sendiri tanpa sepengetahuan orang lain. Selain untuk dirinya melenggang di sana, ia membiarkan karpet yang dibawanya juga bisa dijadikan orang lain untuk berjalan dan mengekspresikan diri. Sementara yang lain masih sibuk dengan membawa karpet bermerek agama dan identitas tertentu sembari mengklaim bahwa karpet merah merekalah yang paling baik.

Sudah bisa ditebak, kedatangannya memberi pengetahuan, pembelajaran, dan kegembiraan tanpa menorehkan luka.

1 comments: